Header Ads

Header ADS

Tradisi Jari Tengah

Oleh: Tuan Andanu

Jari jemari berbuku-buku, jangan dimaksudkan berkubu-kubu.
Soal nama jempol perlambang ibu, kelingking simbolis anak atau rakyat, dan bukankah jari tengah biasa permakna hakim?

Makna selau bergerak dari fikiran, berevolusi pada lisan, menempel pada kebiasaan, menyatu dalam singkur kehidupan.
Jempol apresiasi, telunjuk intruksi, tengah emosi, jari manis ekspresi, dan kelingking solidarity.

Adil !!!
Tuhan ciptakan manusia sempurna. Ruh dan jasadnya, morfologi dan fisiologinya, hati dan akalnya.

Di saat empat jemari tangan mengandung serat berfaedah tinggi, jari tengah terpaksa harus berpura emosi.
Dirinya berdiri, "Ini aku sedang membenci. Fucking me." Hihi...

Setelah emosi,
Jari manis pedekate romantis.
Berujung damai oleh sang kelingking solider.

Sayang,
Aku hendak bicara.
Ini soal evolusi tradisi.
Dari barat Yunani, Inggris dan Amerika.
Mereka telah bersekongkol untuk percaya betapa ada sekian fenomena di balik berdirinya jari tengah.

Bukan bermakna kasih, apalagi arti kemanusiaan.
Hanyasaja jari tengah di sana bukan hakim, tetapi dihakimi.
Jari tengah berdiri, berarti benci, heteroseksual, dan emosi berontak.
Jangan percaya! Itu imperealisme tradisi.

Semenjak evolusi kultur, pribumi pertiwi hanya menyematkan arti mendalam.
Jari tengah yang paling tinggi, saat berdiri ia penengah paling bijak. Menimbang perkara dengan bajik.

Sebagaimana Trisakti,
Baiknya kita berkepribadian asli pribumi.
Usah percaya invasi budaya asing yang mengganggu kedamaian bangsa.
Tetaplah dengan kedirian,
Agar diri kita tetap berke-Indonesiaan.

Jari tengah adalah keadilan.
Penengah keberimbangan kehidupan.

Angkat jari tengahmu, keadilan tegak dengan kasih.
Bukankah kita ditugasi menyelamatkan definisi dalam perang ta'rif yang evolusioner, atau malah sekalipun di genderang tempur revolusioner.

Lihat,
Jari tengah tinggal diantara telunjuk dan jari manis. Itu petunjuk terdekat untuk suatu pemahaman mendalam, bukan! bukan! sama sekali bukan! Bahwa ia simbol kebencian dari angkara, dan atau lambang konat yang hidup karena syahwat berdenyut kuat. Fuck Phallus!
Tidak! jangan begitu!
Lihat saja, ketika jari tengah simbol dzakar, berarti jari lainnya adalah konat. Peduli itu acungan jari perempuan atau laki-laki, ngeri!

Tetapi kita beda.
Bukankah jari tengah hidup berdampingan dengan ramah pada jari manis nun romantis, serta jari telunjuk yang tegas lugas?

Bila melihat sesosok sifat, Tampaklah ia pada sahabatnya, dengan siapa bergaul, dan dari lingkungan tempat ia mengarang kehidupan. Jari tengah hidup diantara dua kemuliaan. 
Benar kata nenek moyang yang dilupakan, jari tengah ialah persimbolan hakim nun tegas yang penuh kasih sayang.

Maka, angkat jari tengahmu.
Akanlah semua merasakan  keadilan.
Jempol bersujud. Telunjuk bersujud. Jari manis bersujud. Kelingking bersujud! Keadilan pun tegak.

Angkatlah jari tengahmu kian ke udara!
Keadilan tengah ditegakkan.

Angkat ia tinggi-tinggi!
Biar sendiri, ia berani lantangkan kebijaksanaan.
Itulah hakim dari tafsir kita.
Jangan mengekor pada westernisasi tradisi. 
Sebab kalau bukan penjajahan, tetap saja itu imperialisasi.

Bila masih percaya pada mereka, angkat jarimu tinggi-tinggi ke muka barat. 
Maka kan kau dengar sorak sorai.
Ada orang berorasi benci babi sembari sempoyongan menenggak wiski.

Jangan begitu!
Sebab keterlaluan naif dan jijik.
Angkat kelima jarimu, melambailah, maka akan kau dapati jari tengah paling tinggi.
Atau, kepalkan kelima jari tanganmu, maka akan kau kagum, adalah tulang pijakan si jarteng yang paling  kuat dan menonggak.

Demikian,
Jari tengah: keadilan.
Aku mempercayai nenek moyang.
Ketimbang abnormalisme interpertasi barat.

*
"Dan sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentukan paling sempurna." (Q.S. At-tin: 4)

No comments

Powered by Blogger.