Header Ads

Header ADS

Sebentuk


Kemarau, pengosongan. Hujan, pembersihan. Dzikir dan fikir, percaya dan bertindak, itulah pengisian. Umpama kerasukan, ia menyajikan gambaran jiwa kosong, gerak alam bawah sadar, dan pengisian kesadaran.

Sungai-sungai telah penuh dengan sampah. Baunya anyir menyengat. Banyak orang terganggu dan terjangkit. Maka hujan turun dengan misi pembersihan. Bontang-banting sana-sini. Diombang-ambing ke sana dan ke sini. Sungai syok terkaget-kaget. 

Lalu, sungai bersih kembali. Ikan-ikan lucu dan segar berkembang biak di dalamnya. Anak-anak kampung berenang di sana dengan riang gembira. Sungai telah berfungsi pada sunnah-Nya; Menyegarkan, sedapkan mata. Instrumentalia alam yang romansa.

Dalam bahasa Tasawuf, para penyelam spiritual itu mengungkapkannya sebagai takholli, tahalli, dan tajalli. Tiga tingkatan spiritual yang mula-mula diawali dengan pengosongan hal ikhwal diri dari sangkut paut di luar nur keilahian. Lalu mengigaukan diri dalam kondisi melek, membiarkan diri melayang dalam bayang-bayang memori bawah sadar; penyesalan. Kita pun letih, lemas, dan tidak berdaya. 

Pelan-pelan, ayat-ayat dzikir yang merangsang fikir dibacakan. Kita menjadi begitu terbuka untuk menerima, mendalami dan menghayati. Ada jeritan petakutan syetan yang membusuk dalam diri. Ia lari terbirit diburu api kalimat dzikir. Kadangkala berupa tangis sebagi sukma jiwa yang sarat penyesalan. Amarah-amarah tertundukkan, hingar bingar fantasi dunia yang sarat hura-hura menjadi begitu kecil, tidak berharga sama sekali. Kita ditarik dari jeratan iblis yang menjerat dan merusak. Kita dibersihkan dengan kalimat-kalimat ilahiah yang menyentuh dan menghidupkan. Segalanya menjadi bersih. Jiwa kita bak sungai yang dijernihkan kembali. Ikan-ikan hidup, anak-anak berrenang, dan orang-orang asing berdatangan menengadahkan pelasan kedamaian.

Pasca dibontang-banting, jiwa kita memasuki pintu pengisian dengan segala celah dan jendela yang semuanya mesti jernih, bening dan bersih.

Saat berkelana di alam yang bukan kita, seakan teriakan, buncahan amarah, tangisan, gerak pancaindera, semuanya tidak dapat dikendalikan oleh jenderal hati dan panglima akal. Sungai juga tak hendak meluapkan air dari bidak dirinya. Tetapi sampah mempet di pinggangnya sudah keterlaluan banyak. Ia tidak dapat menahan air kandungannya. Jadilah banjir. Dilandanya pesawahan, kolam-kolam ikan, rumah-rumah, kebun-kebun, jalanan, dan semuanya. Padahal, dalam kedalaman sanubari, sungai tidak menghendaki itu terjadi. 

Manusia, juga demikian. Apa enggan kita menyatakan bahwa syetan telah merasuk, lalu mengendalikan hati, pikiran, dan tindakan manusia? Hati-hati busuk begitu teguh saling menjaga. Pikiran-pikiran kotor sangat kuat saling merawat. Tindakan-tindakan keji, dibungkus baju manipulasi, dilakukan berkelompok, terorganisir, sistematis. Manusia negeriku tengah dikendalikan?!.

Lalu, tentang kebusukan. Kiranya apa alasan politisi busuk, pengusaha busuk, rakyat busuk, Ulama busuk, Si Kafir busuk, Seniman busuk, pengangguran busuk, Pendongeng busuk, Ideolog busuk, Negarawan busuk, tidak kunjung bersih? Tidak mempan ruqiyahkah? Atau, seperti diungkapkan Tuan Andanu, bahwa mereka adalah syetan-syetan yang tengah menjelma manusia. Bila Tuhan, dipandang telah berhenti bekerja, maka betapa kini syetan sangat keletihan mengerjakan segala hal. Serabutan. Dan malah manusia, mengambil peran Tuhan dan syetan berbarengan! Gila!

Kini, dari alam rohaniawan yang paling rahasia, para jin tengah berkumpul mencari cara, bagaimana kiranya menahan dinding pembatas alam mereka, agar manusia tidak merasuk. Mereka, para jin "baik" di alam sana, tengah berkoalisi menjaga negara bangsa agar tidak kerasukan manusia.

Lihat saja tuan, bukan sekedar ngigau yang terjadi di saat kita memasuki pintu mimpi. Tapi ini kerasukan, yang menjangkiti orang-orang berhati sakit. Kerasukan menganggu para pelamun, lalu mengalunkan lamunannya pada bisikan emosi terpendam dan tiupan was-was sataniyah. Berbeda dengan si gila, ini lebih buruk lagi. Cerita orang gila kerasukan, mana ada? Orang gila menjual hutan, gunung dan aset bangsa, orang gila membisniskan masjid dan guru bangsa, tidak pernah ada!

Ada apa dengan kemanusiaan kita? Kita benci syetan, tapi Tuhan dijadikan peruntungan "mudah-mudahan"?! Kita mengaku mencintai Tuhan, tapi syetan begitu nyaman sebagai kolega bisnis di balik tirai. Atau sesungguhnya tidak ada Tuhan selain syetan, dan tidak ada syetan selain Tuhan? Gila!

Karena manusia, sudah keterlaluan gilanya. Diantara keduanya tengah memperjuangkan ideologi sampah yang menyumbat peradaban. Sebagian hendak menuhankan manusia, dan sebagiannya menginginkan menyetankan manusia.

Sungai membanjir tanda sampah meyumbat. Manusia kerasukan tanda ideologi tak sehat.
Bila kemanusiaan tersumbat, nur ilahiah membantu sehat.

"Selamat jalan kerasukan, selamat datang kerusakan. Sampai jumpa di kedamaian." (Tuan Andanu)

*
Kemarau, paceklik. 
Hujan, banjir.
Manusia di negeriku,
Paceklik di musim hujan,
Banjir di musim kemarau.
Sebentuk yang tidak berbentuk.
Dalam satu kendali,
Di bawah bentukan petinggi; tanpa fungsi akal dan hati.

Dicatat di kediaman sahabat, di Tasikmalaya bagian kota.
Oleh: Tuan Andanu
Senin, 26/11/2018.

No comments

Powered by Blogger.